MANGGARAI...AMAZING CULTURE


Masyarakat Manggarai memiliki corak yang unik, yang bisa dilihat dari pola hubungan social yang berpusat pada Wa’u (klien patrilinier) dan golo (kampong). Setiap Wa’u pasti mempunya Golo yang dipimpin oleh seorang Tu’a Golo. Yakni pemimpin dalam system hokum adat yang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan seluruh warga Golo.

Beo atau Golo dengan Lingko (kebun komunal) untuk orang asli Manggarai adalah dua hal yang tak terpisahkan yang diungkapkan dengan istilah Gendang one lingko peang, yang berarti adanya lingko karena adanya gendang sebagai symbol otonomi kekeuasan golo.
Disini bias digambarkan bahwa pola hubungan antara gendang dengan lingko merupakan pola hubungan antara suami istri. Gendang sebagai symbol suami dan lingko sebagai symbol istri. Pola Gendangn one lingko peang merupakan warisan budaya yang dikenal ampuh dalam menyelesaikan konflik dalam kehidupan masyarakat Manggarai. Solidatridas golo dan wa’u sering dipakai ketika terjadi konflik.
Kehidupan orang Manggarai sejak jaman nenek moyang dulu, senantias diwarnai pesan-pesan bernuansa filosofis, baik hal-hal yang berada dalam dunia nyata mupun yang berada di dunia cita-cita. Dua sumber tata kehidupan orang Manggarai sejak dahulu adalah kesadaran tentang apa adanya dan bagaimana seharusnya.
Kedua sumber tersebut diwujudkan secara nyata dalam logo rumah adat yang terdapat di setiap kampong. Terutama pad rumah gendang (Mbaru tembong). Sebuah rumah adat di Manggarai , lazimnya dibangun dengan menggunakan konstruksi baku untuk menggambarkan pesan-pesan atau arti simbolik di balik itu. Pada puncak bubung rumah adat terdapat tiga symbol utama, yakni periuk persembahan, Tanduk Kerbau, dan atap ijuk berbentuk bulat.
Periuk persembahan melambangkan nilai religiusitas, yakni keyakinan sekaligus pemghormatan kepada Tuhan yang menjadikan (mori jari dedek, tanan wa awangin eta, pukul parn agu kolep, ulun le wain lau- Tuhan pencipta langit dan bumi serta segala isinya, Tuhan pencipta dan pembentuk kehidupan manusia dan segala mahluk dan segla alam raya). Sekaligus untuk roh-roh yang mengganggu kehidupan manusia.
Sejak jaman nenek moyang dulu orang Manggarai meyakini bahwa Mori Jari Dedek senantiasa ada,. Tetapi Ia tidak dapat diliht oleh manusia. Karena itu Mori Jari dedek harus senantiasa disembah, diberi makan supaya tidak marah kepada manusia. Sehingga manusia bias selamat dan tenteram. Karena diyakini Mori Jari dedek tinggal di tempat yang tertinggi, maka puncak bubungan rumah itulah tempat persembahannya.
Selain percaya bahwa Tuhan-lah sebagai yang tertinggi. Masyarakat daerah ini meyakini adanya roh jahat (dalam bahasa setempat disebut potiwolo, kaka tana).
Sedangkan tanduk Kerbau mengajarkan nilai kemanusiaan, yakni kemanusiaan bermakna cita-cita agar keturunan kuat seperti kerbau dan suka bekerja keras. Selain itu Tanduk Kerbau memiliki makna simbolis yakni bahwa hewan ini sangat erat hubungannya dengan orang Manggarai sebagai pembantu tenaga kerja unutk membajak sawah maupun membantu untuk memikul beban serta hewan yang dipakai sebagai jaminan dalam membayar mas kawin (belis).
Atap ijuk dalam bentuk bulatan melambangkan nilai persatuan dan kesatuan yang kukuh. Niali tersebut mengakar kuat dlam masyarakat Manggarai. Saya sendiri yang sudah bertahun-tahun menetap di Manggarai meraskan bagaimana persatuan dalam kehidupan masyarakat Manggarai sangat terasa.
Kehidupan masyarakat Manggarai sangat erat kaitannya dengan bergai upacara-upacara adat. Upacara adat selalu dipimpin lembaga adat, baik Tua Golo, Tua Tembong maupun Tuan Teno bahkan ata Mbeko (orang pintar atau dukun untuk mengusir roh-roh jahat).
Upacara tersebut terdiri atas:
1. Upacara Kehamilan. Disini dikenal dengan upacara Lamba Wekas , yakni upacara yang dibuat ditengah jalanwaktu menuju ke kebun, dan dengan sebatang gelagah di tangan sang ibu meminta kepada Tuhan agar menkaga keselamatan sang janin, dan dijauhkan dari semua roh jahat yang bias mengganggu ibu hamil. Masih dalam siklus upacara ini, ada acara tujuh bulanan dan upacara simo leas (pemulihan karena keguguran). Yang disebut terakhir ini dilakukan untuk memohon kepada Mori Jari Dedek dan roh-roh nenek moyang agar kesehatan jasmani sang ibu cepat pulih dan tidak terjadi lagi keguguran.
2. Upacara melahirkan (loas, lada meka weru, ciang tana). Dilakukan beberapa hari menjelang ibu melahirkan. Si ibu diberikan ramuan tradisional berupa oucuk waru atau kulit kayu lodong yang direndam dalam air minum unutk diminum setiap pagi sampai hari melahirkan tiba. Agar proses persalinan menjadi lancer.
3. Upacara pemberian nama. (cear cumpe). Setelah melahirkan, menyusul pula cear cumpeng, yakni upacara syukur sekaligus pemberian nama unutk sang bayi, dan mohon doa restu agar bayi hidup sehat dan tidak cacat mental. Upcara ini menggunakan ayam jantan putih sebagai hewan persembahan.
4. Upacara potong gigi. Upacara ini sebagai pratanda bahwa yang bersangkutan telah menginjak remaja. Bahkan sudah memasiki usian yang sudah dianggap bias untuk melakukan pernikahan. Namun upacara ini sudah lama menghilang.
5. Upacara meminang (weda rewa tuke mbaru). Pertemuan resmi antra keluarga pria dan wanita untuk melakukan perundingan melalui juru bicara (tongka). Apabila ada kesempatan antara kedua belah pihak maka menjadi jelas hak dan kewajiban masing-masing yang selanjutnya dilakukan upacara tudak mbukut, yakni upacara pengikat keputusan dengan menyerahkan seekor hewan dri keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki. Yang dibalas dengan penyerahan seekor hewan dari keluarga laki-laki.
6. Upacara perkawinan adat (Nempung) yakni lanjutan upacara meminangdimana semua keputusan saat meminang harus dibawah pada upacara nempung antara lain penyerahan tuak curu (minuman tuak) keti riket (tanggal jatuh tempo) pembayaran belis dan hewan sembelihan.
7. Upacara kematian. Upacara ini meliputi upacara haeng nai (tanda kehadiran saat penghembusan napas terakhir); cingke tahang (membelah kapur sirih khusus untuk seorang yang meninggal tak wajar), tokong mbakung (jaga mayat); ici muu (isi mulut oleh anak sulung dengan uang logam sebagai tanda kasih saying terhadap almarhum atau almarhumah).
So guys…sebenarnya masih banyak sekali adat dari masyarakat Manggarai yang unik dan sampe sekarang masih dipegang teguh….sistem kekerabatan dalam masyarakat Manggarai sangat kental suasananya…Memang Indonesia itu indah dengan kebudayaan yang beraneka ragam…


comment 1 comments:

Anonim mengatakan...

memang manggarai penuh pesona...bagaimana sekarang pemerinta bisa menyikapi untuk kembangkan budayanya...

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© Kraeng Adhy | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger