sebuah perenungan yang dalam dalam membuat skripsiku akhirnya aku mencoba menggali ilmu manajemen dalam memgembangkan brand equity dimana ilmu ini mencoba menampilkan kekuatan sebuah merek..
Silakan diamati apa yang saya tuliskan dalam bab 1 ini.
ANALISIS PENGARUH BRAND ASSOCIATION TERHADAP BRAND EQUITY
1. LATAR BELAKANG
Merek merupakan salah satu kekuatan perusahaan untuk dapat meningkatkan penjualan terhadap produk yang diproduksi, sehingga tidak heran setiap perusahaan beramai-ramai melakukan promosi guna menanamkan brand image agar mudah dikenal oleh konsumen yang ingin mendapatkan barang yang diinginkan oleh mereka kata Handi Irawan yang juga pakar pemasaran(2003:14). Pada akhirnya setiap perusahaan senantiasa berusaha untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dari sebuah merek.
Karena itulah penelitian ini bermaksud untuk menguji bagaimana pengaruh brand association terhadap brand equity.
Menurut Koetler (2002:461) brand equity adalah perangkat aset yang melekat pada merek yaitu nama dan symbol, yang menambah atau mengurangi nilai suatu produk atau jasa bagi perusahaan atau pelanggan yang sangat berkaitan dengan merek yang diyakini, asosiasi mental dan emosional yang kuat, serta aktiva lain seperti hak paten, merek dagang dan hubungan saluran distribusi. Sehingga brand equity memiliki wujud secara emosional dan kekuatan jaringan yang dimiliki oleh sebuah merek.
Brand Equity merupakan sebuah kekuatan dari perusahaan dalam meningkatkan kedekatan mereka dengan konsumen. Faquhar, P.H. (1989:24-33) mengatakan bahwa brand equity sebagai sebuah nilai tambah yang membantu kekuatan sebuah produk, nilai tambah tersebut dapat dilihat dari tiga perspektif yaitu perspektif perusahaan, perspektif perdagangan, dan perspektif konsumen. Dalam perspektif perusahaan brand equity dapat dijadikan kekuatan perusahaan dalam persaingan dengan keunggulan kompetitif perusahaan dimana merek yang kuat dapat melisensikan sebuah produk baru dan dapat membuat perusahaan tersebut menjadi dominan dengan kekuatan brand equity yang dapat menjadi sebuah barrier to entry pada beberapa pasar. Kelebihan brand equity dalam perspektif perdagangan yaitu dapat memberikan sebuah nilai yang membuat produk tersebut mudah untuk diterima sehingga memiliki distribusi yang luas dalam pasar. Dari perspektif konsumen brand equity dapat meningkatkan asosiasi yang positif dalam diri konsumen sehingga konsumen percaya akan produk dari merek perusahaan tersebut.
Seperti yang telah dikatakan oleh Keller (1993:1-22) bahwa konsumen biasanya dalam melakukan keputusan pemilihan merek senantiasa melewati beberapa tahapan yang dimulai dari unware dimana konsumen belum menyadari bagaimana merek itu punya persepsi nilai dan persepsi kualitas yang tinggi atau rendah, tahapan selanjutnya konsumen menyadari bahwa merek tersebut memiliki persepsi nilai dan persepsi kualitas yang tinggi atau rendah ( brand Awareness ) sehingga konsumen pada tahap ini melakukan pertimbangan untuk melakukan pembelian atau mengkonsumsi produk tersebut. Menurut Kotler ( 1997: 283,284 ) merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi, yang mana atribut tersebut ditujukan agar konsumen dapat mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau dari sebuah kelompok pemasar sehingga dapat membedakannya dengan pesaingnya. Merek bukan hanya bagian dari produk, tetapi justru merekalah yang memberikan nilai tambah bagi suatu produk. Karena itulah merek yang baik akan memberikan jaminan kualitas bagi perusahaan, karena merek bukan sekedar nama tapi merek merupakan aset dari perusahaan.
Perusahaan dengan merek yang sudah lebih dulu dikenal tentu memiliki keuntungan dibandingkan dengan pesaing barunya. Salah atu usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mempertahankan kesetiaan pelanggan . Usaha ini akan mendatangkan keuntungan yang besar dalam jangka panjang. Dick dan Basu ( 1994 :31 ) menyatakan bahwa kunci keunggulan bersaing pada situasi yang penuh dengan persaingan adalah dengan meningkatkan kesetiaan pelanggan. Hal ini berarti bahwa kesetiaan pelanggan akan menjadi kunci sukses loyalitas mereka terhadap suatu merek tidak hanya dalam jangka pendek namun untuk jangka panjang tetap akan membawa keuntungan bagi perusahaan.
Begitu bernilainya sebuah kesetiaan terhadap sebuah merek sehingga Aaker ( 1996 : 21 ) menyatakan bahwa kesetiaan pelanggan terhadap merek merupakan aset dari merek tersebut. Hal ini tentunya amat mahal nilainya kerena untuk membangun sebuah merek yang kuat banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama. Menurut Aaker ( 1991 : 46 ) kesetiaan pelanggan memiliki nilai yang strategi terhadap perusahaan antara lain :
1. Mengurangi biaya pemasaran : perusahaan yang memiliki pelanggan yang setia terhadap mereknya akan dapat mengurangi biaya pemasaran, menurut penelitian bahwa biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pelanggan baru 6 kali lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan pelanggan. Iklan dan bentuk-bentuk promosi lainnya yang dikeluarkan dalam jumlah yang besar belum tentu dapat menarik pelanggan baru karena sangat sulit untuk membentuk sikap positif terhadap merek.
2. Trade Leverage : Kesetiaan konsumen terhadap merek tersebut akan memberikan trade leverage bagi perusahaan tersebut dimana merek tersebut dapat menarik para distributor untuk memberikan ruang yang lebih besar di toko mereka terhadap merek tersebut karena mereka tahu bahwa merek tersebut akan dipakai berulang-ulang oleh konsumen dan mereka dapat mengajak pelanggan lain agar menggunakan merek tersebut.
3. Menarik pelanggan baru : ketika pelanggan puas dengan merek yang mereka pakai mereka akan mempengaruhi konsumen lain untuk menggunakan merek yang mereka pakai. Bixler dan Schererr ( 1996 : 19 ) menyatakan bahwa pelanggan yang tidak puas terhadap merek tersebut akan menyampaikan terhadap 8 sampai 10 orang dan sebaliknya jika mereka puas maka mereka akan menyamakan dan merekomendasikan orang lain agar menggunakan merek yang mereka pakai.
4. Waktu untuk merespon ancaman dari pesaing : perusahaan yang memiliki merek yang telah kuat terhadap pelanggannya akan memilki waktu yang cukup untuk merespon tindakan yang dilakukan oleh pesaingnya. Apabila pesaingnya mengeluarkan produk yang superior maka perusahaan akan memilki waktu tertentu yang dapat membuat produk yang lebih baik lagi. Karena pentingnya kesetiaan pelanggan maka kesetiaan pelanggan terhadap merek merupakan aset perusahaan yang berdampak besar terhadap pangsa pasar serta profitability perusahaan.
Tatik Suryani ( 1998: 29 ) menyatakan pelanggan yang loyal tidak akan berpindah merek dengan mudah walau apapun yang terjadi dengan merek itu . Bila tingkat loyalitas dari konsumen semakin besar, maka kerentanan kelompok pelanggan dari ancaman produk lain dapat dikurangi. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa merek telah menjadi sebuah aset yang berharga bagi perusahaan, shingga Shimp, T.A., Stuart, E.W. and Engle, R.W ( 1991 : 1-12 ) mengatakan bahwa merek saja bukan merupakan aset , aset yang sebenarnya adalah loyalitas merek . tanpa loyalitas dari consumer, merek hanyalah sebuah trademark, yang memiliki sifat dapat dimiliki dan symbol yang teridentifikasi dengan nilai yang kecil. Dengan loyalitas dari konsumernya maka merek dapat menjadi sebuah trademark, karena trademark mengidentifikasikan promise ( Shimp , 1997 ), yang berarti bahwa merek terkait erat dengan janji penjual pada pelangganya. Merek yang kuat adalah merek yang dapat dipercaya, mempunyai relevansi yang tinggi dan menjanjikan lebih dari trademark yaitu trustmark yang bernilai tinggi menciptakan dan meningkatkan loyalitas merek yang merupakan hasil dari peningkatan nilai pada trustname. .
Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana brand extension dapat mempengaruhi loyalitas dari konsumen
Seperti yang telah diketahui bahwa Brand equity dapat didefinisikan sebagai suatu set dari aset (dan liabilitas) yang dihubungkan pada nama merek dan simbol untuk menambah nilai lebih dari sebuah produk atau pelayanan pada sebuah perusahaan atau perusahaan jasa (Aaker, 1991: 44-46). Aset utama dari brand equity dapat dikategorikan dalam lima jenis, yaitu brand loyalty, name awareness, perceived quality, brand association dan kepemilikan merek seperti hak paten merek dagang dan hubungan dagang ( Aaker,1991:44,46). Dari dasar perspektif pelanggan, Keller (1993:2) mendefinisikan brand equity sebagai suatu perbedaan yang mempengaruhi pengetahuan tentang merek yang dapat direspon oleh consumer pada pasar dari merek tersebut. Brand knowledge adalah sebuah istilah dari sebuah asosiasi model jaringan, sebuah jaringan yang menjelaskan hubungan antara memori dari tanda sebuah merek memiliki sebuah variasi dari asosiasi atau keunikan asosiasi yang simple yang dihubungkan dengan merek tersebut. Perbandingan dari tiga jenis aset dari Aaker : brand awareness, brand loyalty dan perceived quality, merupakan asoasiasi merek yang menjadi asosiasi inti untuk membangun brand equity. Beberapa pendapat cukup beralasan pertama, brand awareness adalah aset yang sangat dibutuhkan tapi tidak cukup untuk membangun kekuatan brand equity. Sebagai contoh, sebuah merek dapat diketahui dengan baik karena memiliki kualitas yang jelek, namun sebuah merek yang kuat harus memiliki kesadaran yang tinggi dari pada kelemahan sebuah merek. Kedua, dimensi brand equity yang lain dapat meningkatkan brand loyalty. Perceived quality, asosiasi dan pengetahuan nama yang baik dapat dijadikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan penggunanya, yang merupakan hasil dari brand loyalty. Namun, brand loyalty suatu waktu dapat keluar dari konsep brand equity, karena kebiasaan konsumen yang membeli merek tertentu tanpa berpikir lebih banyak alasan membelinya (Keller, 1998). Akhirnya, perceived quality merupakan salah satu jenis dari asosiasi merek. Konsep dari pengetahuan merek juga difokuskan pada jaringan asosiasi. Kita dapat melihat bahwa brand equity didukung dengan bagian yang besar dari asosiasi sehingga konsumen menggunakan sebuah merek. Sehingga, pemahaman yang mendalam dari asosiasi merek menjadi lebih kritis ketika membangun merek yang kuat.
Krishnan (1996:389-405) menggunakan sebuah model memori jaringan untuk mengidentifikasikan berbagai macam asosiasi karakteristik yang digarisbawahi oleh konsumen dengan dasar brand equity. Sebuah studi empiris mengukur asosiasi karakteristik dan menguji perbedaan antara brand equity yang tinggi dan rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa brand equity yang tinggi ketika dibandingkan dengan brand equity yang rendah, memiliki jumlah yang sangat besar dari asosiasi dan banyak anggapan positif asosiasi. Namun, apa atribut yang nyata dari brand association? Apakah semua asosiasi relevan pada brand equity? Aaker (1996:21) telah mengembangkan asosiasi merek, yang biasanya dikenal sebagai produk yang memiliki relasi, untuk memasukkan asosiasi organisasi. Walaupun asosiasi organisasi, seperti imej perusahaan, memiliki sejarah yang panjang dalam literatur pemasaran, ada beberapa kelemahan yang sangat mengejutkan yang merupakan sebuah fakta, ketika, dan tipe-tipe apa dari asosiasi organisasi yang dapat mempengaruhi respon produk. Dengan demikian adalah sangat penting untuk memahami bagaimana informasi asosiasi konsumen pada sebuah perusahaan yang mempengaruhi respon mereka pada produk dan pelayanan yang ditawarkan perusahan. Maka, maksud dari studi ini adalah mengetahui bagaimana pengaruh brand association terhadap brand equity.
Sebagai obyek penelitian penulis menyertakan tiga jenis merek printer yang sudah cukup dikenal luas oleh masyarakat. Yaitu Canon, Epson, dan Hawlett-Packard. Tiga jenis printer ini memiliki keunggulan tersendiri pada tiga kategori segmen produk printer yaitu jenis printer yang menggunakan Ink Jet, Dot matrix dan Laser.Berdasarkan survey yang dilakukan untuk segmen Ink jet masih dikuasai oleh Canon sebesar 63% yang diikuti oleh Hawlett-packard dengan pangsa pasar sebesar 18% dan Epson sebesar 16%. Sedangkan untuk segmen Dot Matrix dikuasai oleh Epson sebesar 95% karena Hawlett-Packard dan Canon tidak bermain disegmen ini. untuk segmen Laser dikuasai oleh Hawlett-packard sebesar 88% dan Canon sebesar 3% sedangkan Epson tidak ikut bermain untuk segmen laser. (sumber : http://www.bisnis.com, rabu 26/02/2003). Berikut tabel perbandingan dari tiga merek printer tersebut :
Peta pasar printer di Indonesia selama 2002
Segmen (unit) Pangsa pasar vendor 1)
Canon Epson HP Lainnya
Ink jet(530.536) 63% 16% 18% 3%
Dot matrix 2) (81.672) -- 95% -- --
Laser 3) (51.792) 3% -- 88% Samsung 4%
Total (664.000) 50,6% 24,5% 21,2% 3,7%
Sumber : Garther Dataquest
Ket :
1. berdasarkan volume penjualan
2. sisa 5% Lexmark,Panasonic dan okidata
Hal ini tentulah terjadi karena tiap merek memiliki brand equity yang berbeda pada tiap segmennya.
2. RUMUSAN MASALAH
Asosiasi karakteristik dan brand equity merupakan hal yang akan diuji dalam penelitian ini. Untuk membuat sistematika penelitian yang sistematis maka rumusan masalah yang di buat oleh peneliti adalah :
1. Apakah product association mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap brand association?
2. Apakah organizational association mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap brand association?
3. Apakah brand association memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand equity?
3. TUJUAN PENELITIAN
Dari rumusan masalah yang telah dirumuskan maka dapat dilihat tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh product association terhadap brand association.
2. Mengetahui pengaruh organizational association terhadap brand association.
3. Mengetahui pengaruh brand association terhadap brand equity.
4. MANFAAT PENELITIAN
Bagi penulis :
1. Menambah wawasan dalam bidang pemasaran khususnya tentang brand equity.
2. sebagai bahan penerapan teori pemasaran khususnya mengenai respon konsumen terhadap produk.
Bagi universitas/akademisi :
1. Sebagai bahan bacaan tambahan dalam bidang pemasaran
2. Sebagai dasar bagi kalangan universitas dalam melakukan pengembangan terhadap penelitian ini.
Bagi Praktisi :
1. Sebagai bahan pertimbangan ketika pemasar ingin mengkonsepkan strategi tentang merek yang relevan sehingga memiliki citra yang positif dimata konsumennya.
2. Agar pemasar dapat mempertimbangkan bagaimana strategi pengembangan merek sehubungan dengan karakteristik merek dan brand equity sehingga brand equity menjadi kuat.
5. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Brand association
Aaker (1991: 20) menyatakan bahwa nilai dari sebuah nama merek seringkali menjadi kumpulan dari asosiasi, maksudnya kepada orangnya. Asosiasi mewakilkan dasar untuk melakukan keputusan membeli dan loyalitas terhadap merek. Keller (1993: 1-22) mendefinisikan asosiasi merek sebagai tanda informasi lain yang dihubungkan pada tanda merek dalam memori dan mengandung merek yang dapat diartikan oleh konsumen. Krishnan (1996: 389-405) berpendapat bahwa asosiasi dapat digunakan sebagai sebuah istilah umum untuk mewakilkan sebuah hubungan antara dua jenis merek atau lebih, yang disugestikan sebagai sebuah asosiasi dalam ingatan konsumen. Asosiasi datang dalam semua bentuk dan dapat merefleksikan karakteristik dari produk atau aspek independent dari produk itu sendiri. Ada beberapa jenis pandangan asosiasi yang dapat menjadi nilai. Diantara pandangan-pandangan tersebut dalam asosiasi menciptakan nilai pada perusahaan dan pelanggan yaitu: membantu proses informasi, pembedaan merek, alasan untuk membeli, menciptakan sikap positif dan menyediakan sebuah dasar untuk ditingkatkan. Keller (1993: 1-22) mengelompokkannya dalam favorit, kekuatan, dan keunikan dari asosiasi merek yang merupakan dimensi-dimensi perbedaan pengetahuan merek yang menjadi sebuah peran yang sangat penting dalam memutuskan perbedaan respon ketika melihat brand equity khususnya dalam pengaturan pengambilan keputusan yang tinggi.
Tipe dari asosiasi merek menurut Aaker (1991:5-20) mengelompokkan asosiasi merek dalam 11 tipe:
1. atribut produk
2. intangibles
3. customer benefits
4. relative price
5. pelaksanaan
6. user/constumer
7. selebriti/person
8. lifestyle/personality
9. kelas produk
10. pesaing
11. Negara/area geografi.
Biel (1992:9) berpendapat bahwa asosiasi merek (brand image) dapat dihasilkan dari imej perusahaan, imej produk dan imej pengguna. Dari tiap tiga imej tersebut dapat dibagi dalam dua tipe asosiasi. Salah satu persepsi yang bermanfaat dan fungsional attributes, seperti mempercepat atau mengurangi operasi. Hubungan lain adalah kelembutan atau emosional attributes, seperti memberikan fantasi atau menjadikan lebih bergairah, inovasi, atau kepercayaan yang tinggi. Farquhar dan Herr ( 1993:263 ) berpendapat bahwa tipe dari asosiasi merek meliputi kategori produk, situasi yang digunakan, atribut produk, dan keuntungan pelanggan.
Keller ( 1993 :1-22) menyatakan bahwa asosiasi merek dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori umum dari peningkatan jangkauannya yaitu : attributes, benefits, dan attitude. Atribut mendeskripsikan keistimewaan dari karakteristik sebuah produk atau pelayanan, yang menyatakan apa yang dipikirkan oleh costumer tentang produk atau pelayanan tersebut atau hal apa yang dilibatkan dalam pembelian atau pemakaian. Atribut dapat dikategorikan product-related attributes, non-product-related attributes seperti harga, pengguna, dan image yang digunakan, atau brand personality. Benefit merupakan nilai consumer secara personal yang diberikan oleh produk atau pelayanan tersebut, maksudnya bahwa apa yang dapat dilakukan oleh produk atau pelayanan terhadap consumer. Benefit lebih lanjut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu fungsional,experiential dan simbol keuntungan. Brand Attitudes didefenisikan sebagai keseluruhan dari evaluasi consumer terhadap sebuah merek.Brand Identity merupakan tipe yang berbeda dari asosiai merek,yang mana memiliki beragam variasi menurut favorit mereka,kekuatan dan keunikan.menurut paradigma pengembangan instrument pamasaran, Chen(1996: 20-55) mengembangkan sebuah skala pengukuran untuk mengukur dasar dari brand equity dengan konsumen.instrumen skala tersebut didasarkan pada refleksi pemikiran asosiasi merek. Lima variable tersebut digenerasikan,bagaimana persepsi kualitas,keistimewaan fungsional,symbol asosiasi,emosional asosiasi,dan inovasi.
Keller dan Aaker (1995:14-19) membuat sebuah eksperimen untuk mengeksplorasikan akibat dari citra perusahan pada penerimaan costumer terhadap peningkatan merek perusahan.Empat perbedaan image perusahaan (inovasi,kesadaran lingkungan,jenis komunitas atanu netral) merupakan penciptaan untuk perusahan memberikan nama netral.Sebuah merek merupakan perwujutan sebuah barang, pemeliharaan produk secara personal.Hasilnya mengindikasikan bahwa inovasi hanya pada dimensi image perusahaan yang meningkatkan kebaikan persepsi peningkatan merek sebuah perusahaan ( brand extension ) dan evaluasi dari atribut produk. Selanjutnya, sebuah inovasi image perusahaan memilki dampak yang positif terhadap kredibilitas perusahaan, membuat perusahaan kelihatan lebih ahli,lebih atraktif, dan lebih dipercaya.
Sebuah representasi yang sedikit dari kebanyakan yang lazim dan digunakan asosiasi organisasi, diidentifikasikan oleh Aaker ( 1996:102-120 ) , adalah social/komunitas orientasi, perceived quality, inovasi, concern terhadap kostumer, kehadiran dan kesuksesan, dan local vs global. Brown dan Dacin ( 1997 :68-84) menguji pengaruh dari dua tipe general dari asosiasi perusahaan terhadap respon produk.
Berdasarkan literature tersebut dapat dilihat bahwa argumentasi dari Fakuhar dan Her (1993:8-15) dan Keller (1993:1-22) lebih memfokuskan pada asosiasi produk. Aaker dan Chen (1996) memfokuskan pada asosiasi produk, tapi lebih mengcover kemampuan asosiasi perusahaan. Bagaimanapun juga, argument dari Keller dan Aaker (199512-16), Aaker (1996:102-120), dan Brown dan Dacin (1997:68-84) menegaskan pada asosiasi organisasional. Bill (1992:9) menjelaskan bahwa brand image dapat dihasilkan dari perusahaan dan imej produk. Berdasarkan literature ini asosiasi merek dapat dikategorikan dalam asosiasi produk dan asosiasi organisasional.
Dalam prakteknya, perbedaan strategi merek lebih banyak menciptakan perbedaan asosiasi merek. Perusahaan-perushaaan Amerika secara tipikal mengiklankan benefit dan imej yang disediakan oleh merek individu mereka. Benefit dan imej itu menciptakan banyak asosiasi pada produk mereka sendiri.
Bagaimanapun, kebanyakan dari perusahaan Jepang dan perusahaan Timur lainnya lebih suka menggunakan periklanan perusahaan yang lebih menekankan pada benefit perusahaan sehingga dapat membawa kepada banyak konsumen dan masyarakat yang lebih luas, yang menghasilkan penciptaan sebuah asosiasi organisasional. Sebagai contoh, banyak merek dari perusahaan seperti P&G (Protect and Gamble) disesuaikan iklannya di Taiwan Negara-negara lainnya di Asia Timur. Pada akhir setiap periklanan merek P&G, nama perusahaan dan logo P&G selalu ditampilkan, untuk mendekatkan diri kepada konsumen dari nilai dan benefit yang disediakan dengan mengandalkan pada produk yang memiliki barang manufaktur konsumen yang sangat besar. Baru-baru ini perusahaan internasional lainnya seperti unilever telah melakukan hal yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa menciptakan sebuah asosiasi merek tidak hanya bertahan pada asosiasi produk, tapi harus bersandar pada asosiasi organisasi dengan lebih banyak.
Sehingga, berdasarkan literature yang telah kita lihat dan praktek strategi merek, dapat dikategorikan asosiasi merek dalam dua tipe yaitu asosiasi produk dan asosiasi organisasi. Asosiasi produk dapat dibagi menjadi asosiasi fungsional atribut (atribut produk, persepsi kualitas, dan fungsional benefits) dan asosiasi non-fungsional atribut (asosiasi simbolik, asosiasi emosional, harga/nilai, pengguna/situasi penggunaan).
Pada literature yang telah dibaca dan penciptaan model asosiasi merek, sebuah studi empiris akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Ini merupakan sebuah tes untuk mengkonfirmasikan model asosiasi merek. Identifikasi asosiasi yang tepat akan membentuk dasar dari kostumer yang didasarkan pada brand equity. Berdasarkan argument dari Keller (1993:1-22), penggunaan frekuensi dari asosiasi yang difavoritkan lebih baik dari pada penggunaan frekuensi dari total asosiasi untuk mengidentifikasikan tipe orientasi dari asosiasi merek. Hal lainnya mengukur karakteristik asosiasi tersebut dan membandingkannya antara tinggi rendahnya equity brands dapat memberikan sebuah arti untuk melihat lebih luas perbedaan kostumer berdasarkan brand equity. Khrisnan (1996:389-405) menemukan bahwa ada korelasi yang kuat antara frekuensi dari asosiasi total dan brand equity. Tapi diharapkan bahwa asosiasi merek adalah kunci untuk membangun brand equity dari pada total asosiasi. Sehingga, semakin besar jumlah dari asosiasi merek, maka semakin tinggi brand equity. Namun, hal ini tidak dibutuhkan untuk mendapatkan semua jenis dari asosiasi merek pada waktu yang sama. Setiap merek seharusnya memiliki asosiasi keunikan sebagai asosiasi inti untuk membangun keunggulan kompetitif. Kemudian, diharapkan bahwa adanya hubungan yang kuat yang dibangun antara asosiasi merek inti dan brand equity. Namun, hal ini tidak akan menjadi perbedaan yang signifikan untuk asosiasi merek lain antara brand equity yang tinggi dan rendah. Ada tiga hipotesis yang akan diuji dan ditempatkan
Produk association merupakan sebuah assosiasi yang menjadi pendukung dari brand association. Seperti yang dikatang oleh Krishnan (1996: 389-405) yang mengatakan bahwa asosiasi dapat digunakan sebagai sebuah istilah umum untuk mewakilkan sebuah hubungan antara dua jenis merek atau lebih, yang disugestikan sebagai sebuah asosiasi dalam ingatan konsumen. Asosiasi datang dalam semua bentuk dan dapat merefleksikan karakteristik dari produk atau aspek independent dari produk itu sendiri. Dalam hal ini Khrisnan bermaksud untuk menyatakan bahwa sebuah produk yang memiliki citra yang positif akan membawa konsumen untuk mengakui kuatnya brand association yang terdapat dalam produk tersebut. Lebih lanjut Keller ( 1993:1-22 ) mengatakan bahwa bahwa salah satu kelompok dari brand association berdasarkan peningkatan jangkauannya adalah attributes yang mendeskripsikan keistimewaan dari karakteristik sebuah produk atau pelayanan yang menyatakan apa yang dipikirkan oleh konsumen tentang produk atau pelayanan tersebut dan hal apa yang dilibatkan dalam melakukan pembelian dan pemakaian. Attribute tersebut dapat dikategorikan sebagai product related attributes, no-product-related attributes seperti haega, pengguna ( user ), dan image yang digunakan atau brand personality. Dari penjelasan berdasarkan argument Keller dan Khrisnan maka hipotesis pertama yang kita gunakan dalam penelitian ini adalah :
H1 : product association memiliki pengaruh yang positif terhadap brand association.
Organisational association juga merupakan salah satu pendukung brand association.Keller dan Aaker(1995 :14-19 )mengekplorasikan akibat dari citra perusahaan pada penerimaaan konsumen terhadap peningkatan merek perusahaan. Empat perbedaan image perusahaan ( inovasi, kesadaran lingkungan, jenis komunitas atau netral ) merupakan penciptaan untuk perusahaan memberikan nama netral. Keller dan AAker mengindikasikan bahwa inovasi hanya pada dimensi image perusahaan yang meningkatkan persepsi positif terhadap merek sebuah perusahaan .bahwa Asosiasi organisasi dapat dikelompokkan ke dalam asosiasi ability perusahaan dan asosiasi respon social perusahaan, yang didasarkan pada argument dari Brown dan Dacin (1997:68-84). Asosiasi kemampuan perusahaan dapat diasosiasikan sebagai sesuatu yang berhubungan pada keahlian perusahaan dalam memproduksi dan mengirim produknya, seperti keahlian karyawan-karyawannya, superioritas dari pengembangan dan penelitian internal, dan menghasilkan inovasi yang berteknologi, keahlian manufaktur, orientasi kostumer, menjadi pemimpin dalam industri dan lain sebagainya. Asosiasi respon sosial perusahaan merefleksikan status organisasi dan aktifitas dengan respek pada pandangan masyarakat, yang sering tidak berhubungan pada kemampuan perusahaan dalam memproduksi barang dan pelayanan. Biasanya sebuah perusahaan akan memfokuskan pada lingkungan yang bersahabat, keterlibatan komunitas, sebagai sponsor aktifitas budaya, atau meningkatkan visibility dalam mendukung sosialisasi sehingga berhubungan dengan pemasaran dan lainnya..Dari penjelasan tersebut organizational association yang didukung oleh corpotae ability association dan corporate social responsibility association memiliki pengaruh yang kuat terhadap brand association. Sehingga hipotesis kedua yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ;
H2 : organizational association memiliki pengaruh yang positif terhadap brand association.
Keller (1993:1-22) berpendapat bahwa asosiasi merek dapat dikelompokkan dalam berbagai dimensi kekuatan yang dapat membangun brand equity yang terdiri atas favorit, kekuatan dan keunikan dari asosiasi merek tersebut. Diharapkan dengan kuatnya asosiasi yang tersimpan dalam memori konsumen maka dapat membuat konsumen mendapatkan informasi yang valid tentang merek tersebut sehingga dapat dijadikan alasan untuk membeli yang akhirnya konsumen memiliki pandangan positif terhadap merek yang digunakan.Konsumen yang memiliki asoisasi yang positif merupakan keuntungan dari perusahaan sehingga membantu perusahaan dalam menciptakan brand equity yang tinggi sehingga konsumen tidak mudah untuk berpindah pada merek lain karena konsumen tersebut dengan sendirinya menciptakan kepercayaan yang tinggi terhadap produk tersebut walaupun perusahaan menciptakan produk baru yang merupakan brand extension dari merek sebelumnya. Sehingga penjelasan ini mendukung hipotesis pertama yaitu :
H3 : Brand association memiliki hubungan yang positif terhadap brand equity.
6. METODE PENELITIAN
6.1.1 Model Penelitian
Model penelitian yang dipakai disini berupa model asosiasi merek yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
H1
H3
H2
6.1.2 Definisi operasional
a. Brand equity
Brand equity dapat didefinisikan sebagai suatu set dari aset ( dan liabilitas ) yang dihubungkan pada nama merek dan symbol untuk menambah nilai lebih dari sebuah produk atau pelayanan pada sebuah perusahaan atau perusahaan jasa ( Aaker, 1991:27-32 )
b. Asosiasi merek
Merupakan nilai sebuah merek yang telah dikumpul dalam sebuah asosiasi, niali tersebut berupa : atribut produk, intangibles, keuntungan konsumen, relative price, pelaksanaan, user, person, personality, kelas produk, pesaing, area geografi (Aaker,1991)
c. Product association
Merupakan nilai dari sebuah produk yang diasosiasikan oleh konsumen tentang apa yang didapat dari produk tersebut ketika konsumen meggunakan produk tersebut yang terdiri dari functional attribute dan non functional attribute.
Functional attribute
Merupakan nilai-nilai yang terdapt dalam sebuah produk yang terdiri atas atribut produk, persepsi kualitas, fungsi benefit (Biel,1992)
Non functional attribute
Merupakan nilai dari produk yang berupa asosiasi symbol, asosiasi emosional, harga/nilai, pengguna/ situasi penggunaan.
d. organizational association
Merupakan elemen dari brand equity yang terkait dengan citra perusahaan dalam memberikan produk atau jasa terhadap konsumen. Association organizational dibagi dalam dua factor yang terdiri dari
Corporate ability association yang didefinisikan sebagai salah satu efek yang memfokuskan pada kapabilitas perusahaan untuk produksi produk sedangkan corporate social responsibility dapat diartikan sebagai refleksi status organisasi dengan respek pada pandangan masyarakat, yang sering tidak berhubungan pada kemampuan perusahaan dalam memproduksi barang atau jasa (Biel,1992).
6.2 Instrumen Pengukuran
Intrumen pengukuran menggunakan skala likert 1-7 yaitu :
1. Sangat buruk sekali
2. buruk sekali
3. buruk
4. Netral
5. sempurna
6. sempurna sekali
7. sangat sempurna sekali
Instrumen penelitian atau alat pengumpul data yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa kuisioner. Peneliti menggunakan item-item pertanyaan yang mengacu pada variabel dimensi dari sebuah merek. Seperti yang diajukan oleh Arthur Cheng,Hsui Chen (2001)
Kuesioner yang digunakan dibagi dalam beberapa bagian yaitu :
1. Kuesioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap product association dimana dalam bagian ini terdapat enam pertanyaan di dalamnya yang semuanya berkaitan dengan penilaian konsumen terhadap sebuah produk. Skala yang akan digunakan adalah skala likert dari skala (1) yang mewakili jawaban yang “sangat buruk” sampai pada skala (7) yang mewakili jawaban “ sangat sempurna”.
2. Kuesioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap organizational association yang memiliki enam pertanyaan dengan mengunakan skala Likert yaitu dari skala (1) yang mewakili jawaban “sangat buruk” sampai skala (7) yang mewakili jawaban “sangat sempurna”. Tiga pertanyaan berikutnya merupakan merupakan pertanyaan yang menggunakan skala ratio. Skala ratio digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan demografi responden dibandingkan dengan keadaan populasi secara keseluruhan. Wells dan Prensky (1996:48) mengungkapkan bahwa demographic characteristic merupakan atribut yang bersifat physical, geographical, social dan economic yang bersifat melekat pada konsumen dan tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. Studi ini sangat penting untuk mengetahui karakteristik individu didalam struktur sosial yang lebih besar (Wells dan Prensky,1996:48).
3. Kuesioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap brand association dimana pertanyaan yang diajukan berjumlah 7 butir pertanyaan dimana semua pertanyaan tersebut mengungkapkan persepsi konsumen terhadap sebuah merek dengan pengukuran skala Likert dengan skala (1) yang mewakili jawaban “sangat buruk” sampai skala (7) yang mewakili jawaban “sangat sempurna”.
4. Kuisioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap Brand Equity dengan mengajukan pertanyaan yang berjumlah 8 butir dimana 4 butir berkaitan dengan keunggulan merek yang berkaitan dengan kualitas dan 4 butir selanjutnya berkaitan dengan keuntungan konsunmen ketika menggunakan merek tersebut.Pengukurannya menggunakan skala Likert mulai dari skala (1) yang mewakili jawaban “sangat tidak setuju” sampai dengan skala (7) yang mewakili jawaban “sangat setuju”
Beberapa variable yang diukur adalah :
1. Brand equity asosiasi karakteristik, sebuah asosisasi yang bebas secara prosedur akan digunakan untuk menilai brand equity yang tertinggi hingga yang terendah dengan meneyeleksi tiga kategori produk printer yang telah familiar yaitu : Canon, Epson, Hawlett-Packard.
2. Brand association diukur dengan dapat diukur dengan empat item dari aspek merek yang berupa : inovasi, nilai yang dapat dibeli dengan uang, manfaat yang didapat, kelas produknya.
3. product association diukur berdasarkan 2 item yang mencerminkan functional attribute dan non functional attribute.
4. Organizational association diukur dengan 2 item sebagai bagiannnya yaitu corporate ability dan corporate social responsibility.
6.3 Data yang diperlukan
6.3.1 Data primer
Data yang diambil lewat penelitian ini merupakan data primer yang diambil langsung dari para responden yang telah ditentukan dalam sampel penelitian dari sebuah populasi dengan menggunakan kuisioner.
6.4 Metoda pengumpulan data
Dalam melakukan pengumpulan data cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode kuisioner dengan sebuah pemikiran bahwa kuisioner diasumsikan sebagai metoda pengumpulan data yang efisien kerena peneliti biasa menentukan data mana yang dibutuhkan dan bagaimana mengukurnya. Disamping itu minimnya waktu dan terbatasnya keuangan yang dimiliki oleh penulis merupakan pertimbangan lain. Disamping itu kuisioner memiliki beberapa kelemahan seperti terbatasnya pertanyaan yang diajukan, kompleksnya motivasi para responden yang diteliti sehingga memungkinkan penyimpangan data yang diharapkan. Kerena itulah kuisioner yang dihasilkan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
6.5 Metoda pemilihan sampel dan ukuran sampel
6.5.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa IST AKPRIND jurusan ilmu computer Jogja dengan dasar pemilihan bahwa populasi ini diasumsikan untuk memperoleh data yang lebih akurat dengan atribut yang sama dalam pengambilan sampel dan mempermudah penelitian dalam mendapatkan data yang akurat dan responden yang jelas. Selain itu populasi ini dianggap memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ketiga merek printer tersebut. Seperti yang telah dijelaskan oleh Sekaran ( 1992 : 225 ) bahwa populasi diasumsikan sebagai keseluruhan orang, kejadian atau sesuatu yang menjadi perhatian dalam sebuah penelitian, dimana jumlah dari semua objek karakteristiknya akan diuji.
6.5.2 Sampel
Beberapa sampel akan digunakan dalam penelitian ini. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan menggunakan menggunakan metode jugdegment sampling yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari orang yang tepat, yang memiliki pengetahuan mereka tentang merek yang mereka ketahui sehingga dapat dijadikan target yang lebih spesifik, dan tipe yang spesifik yang ditunjukkan dari orang yang bersedia dan memiliki keinginan untuk memberikan sebuah informasi sehingga dapat disesuaikan sebagai criteria yang diatur dalam penelitian( Sekaran,1992:235 ). Syarat dari responden adalah memiliki pengetahuan mengenai tiga merek printer yaitu Canon, Epson dan Hawlett-packard.
6.5.3 Ukuran sampel
Seperti yang telah dikatakan oleh Newhold ( 1995 : 185 ), menyatakan bahwa formulasi dalam melakukan penentuan besarnya ukuran sampel untuk tingkat keyakinan ( confident level ) 95% besarnya Error ( E ) sebagai berikut :
E = 1,96 x √P(1-P
n
Maka mencari n=(1,96)2 x P(1-P)
E2
n = ukuran sampel
E = error
P = proporsi sampel
Jika P(1-P) akan maksimum bila turunan pertama sama dengan nol maka P=0,5 dan P(1-P) = 0,25.Bila dengan tingkat error 10% mka:
n = (1,96)2 x (0,25)
(0,1)2
= 96,04
= 100
6.6 Metode Pengujian
6.6.1 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama ( Husein Umar,2002:113 ). Setiap alat pengukur hendaknya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten agar tetap memiliki kestabilan, tingkat konsistensi dan total correlation. Teknik yang digunakan dalam uji reliability adalah teknik dari cronbach yang digunakan ubtuk mencari reliabilitas dengan skala 1-7 seperti yang dijelaskan dalam pengambilan kuisioner. Sekaran ( 1992:171) menyatakan bahwa pedoman dalam menggunakan cronbach’s coefficient alpha adalah :
Koefisien alpha 0.6 dianggap mempunyai reliabilitas yang buruk.
Koefisien alpha diantara 0,6-0,8 dapat diterima
Koefisien alpha diatas 0,8 dianggap memiliki reliabilitas yang baik.
Rumus yang ditulis dalam teknik Cronbach adalah :
r11 = ( K ) ( 1- ∑σb2 )
k-1 σt 2
6.6.2 Uji validitas
Jenis validitas yang diuji dalam konstruk ini adalah validitas konstruksi. Hal ini dilakukan karena pertimbangan factor kondisional dimana pada penelitian yang telah ada perbedaan dari segi daerah atau area yang memiliki karakteristik yang berbeda sehingga uji validitas tetap diperlukan. Dimana dalam pengujian ini menggunakan factor pendekatan analisis. Seperti yang dijabarkan oleh Sekaran ( 1992:171 ) item pertanyaan akan memiliki korelasi yang tinggi dengan item pertanyaan apabila suatu item meiliki kecendrungan mengelompok, membentuk suatu factor. Sedangkan korelasi akan menjadi lemah apabila variable lain tidak menegelompok.Sekaran (2000:409) menjelaskan bahwa factor analysis dapat digunakan untuk membantu mengurangi factor yang terlalu banyak kedalam meaningful, interpretable dan manageable set of factor dimana ditetapkan bahwa batas bawah factor analysis dengan menggunakan rule of thumb dalam pengerjaan factor analysis sebesar (0,60). Dalam faktor analysis, dikenal dua langkah yaitu ekstraksi dan rotasi. Untuk ekstraksi akan digunakan metode maximum likelihood dan pada rotasi akan digunakan metode varimax.
6.7 Metode Analisis Data
6.7.1 Metode Regresi Linier Sederhana
Tujuan dari analisis regresi Linier sederhana adalah untuk mengetahui bagaiaman pengaruh variable independent dengan variable dependen. Untuk melihat kesamaan variable maka perhitungan yang dilakukan adalah dengan analisis regresi. Karena itu hipotesis yang ada dalam penelitian ini diuji dengan regresi linier sederhana dengan menggunakan t-test agar dapat mengetahui apakah setiap vriabel baik itu independent ataupun variable dependen dapat saling mempengaruhi sehingga bisa dilakukan perbandingan rata-rata antara kedua group yang berbeda.
Rumus yang dipakai adalah : Y = a + bX+c
Dimana : Y = variable tidak bebas ( dependen )
X = Variabel bebas ( independent ) ]
a = nilai intercept ( konstan )
c = error
Pada Hipotesis pertama (H1), dan hipotesis kedua (H2) yaitu tentang product association dan organizational association merupkan variable independen dari variable dependen brand association, sehingga regresi linier sederhana menjadi tolak ukur dalam mengukur hipotesis pertama dan hipotesis yang kedua. Begitu pula dengan Hipotesis yang ketiga ( H3 ) yang diukur dengan regresi linear sederhana karena Hipotesis yang ketiga juga merupakan sebuah variable dependen yaitu brand association yang berasal dari sebuah variable independent brand equity. Sehingga dalam pengukuran tiga hipotesis diatas dapat digunakan regresi linear sederhana yang menggunakan software statistic berupa SPSS 10.0. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai actual dapat dilihat melalui goodness of fit-nya. Untuk meneliti goodness of fit model dalam penelitian ini, penulis mengukur tiga elemen yaitu nilai statistic t, nilai statistic F, serta koefisien determinasinya. Secara jelas ketiga alat ukur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Uji Signifikasi parameter individual ( t-test statistic )
Uji statistic t membantu peneliti untuk menunjukkan seberapa jauh sebuah variable independent secara individual dalam menerangkan variasi dalam variable dependen ( Kuncoro,2001;97 ).
Uji Signifikasi Simultan ( F-test statistic )
Uji statistic F membantu peneliti untuk menunjukkan apakah semua variable independent yang tercakup didalam model mempengaruhi variable dependen secara simultan atau bersama-sama (Kuncoro, 2001;98 )
Koefisien Determinasi (R2 )
Koefisien determinasi (R2) memiliki fungsi untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model yang digunakan dalam menerangkan variasi dalam variable dependennya (Kuncoro,2002;100)
Penggunaaan analisis regresi sebaiknya tetap memperhatikan berbagai kelemahan yang dimiliki alat ukur tersebut. Masalah yang sering muncul dalam regresi adalah autokorelasi, heterokodasitas, multikolonieritas, serta normalitas. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan pengujian multikolonieritas.
Heteroskedasitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi keobservasi lainnya (Hanke dan Reitsch,1998:256) dalam Kuncoro (2001:112). Heteroskedasitas memiliki arti bahwa setiap observasi memiliki reliabilitas yang berbeda akibat perubahan dalam kondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum dalam spesifikasi model. Gejala Heteroskedasitas lebih sering dijumpai dalam data kerat silang tempat daripada data runtut waktu Kuncoro(2001:114). Pengujian berikutnya adalah Uji Multikolonieritas. Multikolonieritas adalah adanya satu hubungan linear yang sempurna ( mendekati sempurna ) antara beberapa atau semua variable bebas . pertanyaaan yang muncul bagaimana mendeteksi ada atau tidaknya gejala multikolonieritas?
• Apabila korelasi antara dua variable bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variable bebas tersebut dengan variable terikat ( Pindyk dan Rubinfeld,1995:335 ) dalam Kuncoro (2001:114).
• Gujarati (1995:335) dalam Kuncoro (2001:114) lebih tegas mengatakan,” Bila korelasi antara dua variable bebas melebihi 0,8 maka multikolonieritas menjadi masalah yang serius”.
Awat (1995:337) dalam Kuncoro (2001:115) menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi masalah multikolonieritas, yaitu dengan :
• memeriksa secara teoritis untuk mengetahui apakah antara variable penjelasan itu memang ada hubungannya.
• Mengadakan penggabungan antara data cross-section dan time series, yang akan disebut sebagai polling data.
• Mengeluarkan salah satu variable penjelasan dari model tersebut
• Menambah data baru , yakni menambah jumlah observasi atau n. dengan semakin besarnya n, maka kemungkinan bahwa standard error akan semakin kecil pula.
8. SISTEMATIKA
1. Pendahuluan
Dalam bab ini dapat dikatakan sebagai elemen dasar dari garis besar penelitian yang akan dilakukan tentang apa saja yang menjadi karakteristik dari penelitian ini sehinnga bagi yang membaca dapat memahami apa yang menjadi mesalah dalam penelitian ini. Yang perlu ditekankan dalam penelitian ini adalah gambaran umum dan tujuan dari penelitian ini.
2. Landasan teori/kerangka acuan
Dalam landasan teori terdapat variable-variabel yang menjadi obyek dalam melakukan penelitian dengan berbagai macam teori yang berkaitan dengan variable-variabel tersebut serta isu yang akan diteliti dalam penelitian ini. Landasan toeri yang kuat akan membantu bagi validitas dan reabilitas penelitian secara kualitatif.
3. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah inti dari semua kegiatan dalam penelitian ini.Bab ini akan menjelaskan bagaimana informasi data ,yang mendukung dalam penelitian ini dikumpulkan.Pada bagian ini semua instrument penelitian yang diajukan ke dalam bab I digunakan sebagai tool untuk menggali informasi yang relevan dengan tujuan penelitian.Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kesesuaian dengan hipotesis yang telah diajukan.Bab II mengupas bagaimana data dan informasi yang dianggap relevan dikumpulkan untuk kemudian dilakukan analisis yang lebih mendalam.
4. Analisis Data
Informasi yang telah dikumpulkan dan teleh diolah menjadi seperangkat data yang relevan dan mendukung penelitian masuk pada tahap analisis.Analisis data dilakukan dengan memperhatikan setting penelitian,instrument yang digunakan dan berbagai factor yang mempengaruhi penelitian.Hal ini penting untuk dapat menarik gambaran yang tepat tentang hasil penelitian dan tidak terjebak pada suatu construct atau teori.
5. Kesimpulan dan Saran
Informasi yang telag dihasilkan dari penelitian yang dilakukan akan sampai pada tahap kesimpulan.Bab ini akan merangkum semua informasi yang dihasilkan dari penelitian.Bab ini merangkum semua informasi yang dihasilkan dari penelitian.Bab ini membahas berbagai hal penting mengenai hasil penelitian ini untuk menghasilkan sebuah wacana dan pemahaman tentang area penelitian.Saran dan kekurangan dalam penelitian ini harus dijelaskan agar penelitian yang relevan degan area ini di masa depan dapat lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA :
Aaker, David, Managing Brand Equity, New York, The Free Press, Mc Millan Inc,
1991
Aaker, David, Building Strong Brand, New York, The Free Press, Mc Millan, 1996.
Biel, A.L. (1992), ``How brand image drives brand equity’’, Journal of Advertising.
Research, November/December
Brown, J.T. and Dacin, P.A. (1997), ``The company and the product : corporate
association. and consumer product responses’’, Journal of Marketing,
Vol. 61, January.
Chen, A.C-H. (1996), ``The measurement and building of customer-based brand
equity’’, PhD. dissertation, National Chengchi University in Taiwan.
Crimmins, J.C. (1992), ``Better measurement and management of brand value’’,
Journal of Advertising Research, July/August
Dick dan Basu, dalam Tatik Suryani, Nilai Strategi Kesetiaan Pelanggan.USAHAWAN NO. 09 TH XXVII SEPTEMBER 1998
Farquhar , P.H. and Herr, P.M. (1993), ``The dual structure of brand associations’’,
Brand Equity & Advertising
Handi Irawan, Marketing, No.19/III/22 Oktober-4 November 2003
Husein Umar, 2002, Metode Riset Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama
Keller, K.L. (1993), ``Conceptualizing , measuring, and managing consumer-based
Brand equity’’, Journal of Marketing, Vol. 57, January.
Keller, K.L. (1998), Strategic Brand Management, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.
Keller, K.L. and Aaker, D.A. (1995) , ``Managing the corporate brand: the effects of
Corporate images and corporate brand extensions’’, Research Paper
No. 1216, Stanford University Graduate School of Business.
Kotler, Philip 2002, Manajemen Pemasaran, Edisi millennium ke sembilan, Jakarta
: PT. Ikrar Mandiri abadi
Kotler, Philip, Amstrong, G, 1997, Principles of Marketing, Seven Edition, Prentice-
Hall,Inc.
Krishnan, H.S. (1996) , ``Characteristic s of memory associations: a consumer-based
brand equity perspective ’’, International Journal of Research in
Marketing, Vol. 13,.
Kuncoro,Mudrajad (001.422 Kur.M) Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk
Bisnis dan Ekonomi (Mudrajad Kuncoro) –ed 1- Yogyakarta :
UPP AMP YKPN, 2001
Sekaran, Uma 1992. Research Methods For Business : A Skill Building Approach,
Third Edition, John Wlley & Sons, Inc
Shimp, T.A., Stuart, E.W. and Engle, R.W. (1991) ``A program of classical
Conditioning experiments testing variations in the conditioned
stimulus and context'', Journal of Consumer Research, Vol.
18, June, pp. 1-12.
Tatik Suryani Jurnal Pemasaran .Nilai Strategis Kesetiaan Pelanggan Usahawan NO. 09 TH XXVII September 1998.
Well W.D, Prensky D. 1997. Consumer behaviour. 10th edition. John Wlley & Sons.Inc.
http://www.bisnis.com, rabu 26/02/2003
0 comments:
Posting Komentar