Ini ungkapan dari rekan Gabriel Mahal...seorang yang melihat Manggarai Sebagai sebuah kekayaan Budaya.
Suatu hari di bulan Agustus 2010. Saat saya melihat luka-luka rahim ibu Manggarai di Batu Gosok dari atas pesawat yang terbang rendah jelang mendarat, saya kembali teringat puisi Khalil Gibran “You Have Your Lebanon” yang bertutur tentang konflik bayangannya tentang tanah airnya itu dengan realitas.
Dalam nada yang sama saya bersyair tentang Manggarai:
MANGGARAIMU, BUKAN MANGGARAIKU
Oleh Gabriel Mahal
Engkau memiliki Manggaraimu. Aku memiliki Manggaraiku.
Engkau memiliki Manggaraimu dengan segala persoalannya.
dan aku memiliki Manggaraiku dengan segala keindahannya.
Engkau memiliki Manggaraimu dengan segala prasangka dan perjuangannya, dan aku memiliki Manggaraiku dengan segala
impian dan kedamaiannya.
Manggaraimu adalah suatu tempat simpul politik dengan segala konflik, penipuan, pengkianatan, kerakusan dan ketamakan, tanpa kesadaran nurani, dan Manggaraiku suatu tempat keindahan dimana aku bertemu dan bertegur sapa dengan para petani sahaja menelusuri lereng-lereng bukit, lembah, dan kaki gunung menuju sawah dalam senyum ramah kepada alam, dan para nelayan yang turun ke laut bersama nyanyian ombak penuh damai.
Manggaraimu adalah ibu yang engkau peras hingga kering susunya, kau cukur rambut panjangnya nan cantik hingga kering gersang, dan kau cabik-cabik rahimnya oleh nafsu keserakahanmu, sementara Manggaraiku adalah ibu yang susunya mengalirkan air susu kehidupan bagi anak-anaknya, tegar dan kuat melewati musim silih berganti, dan selalu memberikan keindahan dan kelembutan embun pagi di lereng-lereng pegunungan hijau, bukit dan lembah hijau, dan sungai-sungai yang melahirkan anak-anak sungai mengalirkan air bening sejuk segar ke sawah ladang petani-petani, ke sumber-sumber mata air tempat setiap upacara penti dirayakan barong wae sebagai barong kehidupan.
Engkau memiliki Manggaraimu tanpa roh adat budaya warisan leluhur.
dan aku memiliki Manggaraiku dengan roh adat budaya yang menafasi kehidupan dalam keharmonisan hubungan manusia dengan alam semesta, manusia dengan sesama, manusia dengan Sang Khalik.
Engkau memiliki Manggaraimu tanpa tembong, tanpa natas, tanpa compang, tanpa lingko, tanpa wae teku, dan aku memiliki Manggaraiku dengan tembong tempat setiap malam aku duduk dalam lingkaran mbata; dengan natas tempat aku berada dalam lingkaran sanda, danding, dan tarian caci; dengan compang tempat aku sujud syukur dan sembah kepada Sang Khalik; dengan lingko tempat aku menanam benih-benih tanaman untuk kehidupan; dengan wae teku tempat aku menimbah air kehidupan dan membasuh jiwa ragaku dari debu-debu kehidupan setiap hari.
Engkau memiliki Manggaraimu dan Aku memiliki Manggaraiku.
Manggaraimu bukan Manggaraiku.*
MANGGARAIMU, BUKAN MANGGARAIKU
Oleh Gabriel Mahal
Engkau memiliki Manggaraimu. Aku memiliki Manggaraiku.
Engkau memiliki Manggaraimu dengan segala persoalannya.
dan aku memiliki Manggaraiku dengan segala keindahannya.
Engkau memiliki Manggaraimu dengan segala prasangka dan perjuangannya, dan aku memiliki Manggaraiku dengan segala
impian dan kedamaiannya.
Manggaraimu adalah suatu tempat simpul politik dengan segala konflik, penipuan, pengkianatan, kerakusan dan ketamakan, tanpa kesadaran nurani, dan Manggaraiku suatu tempat keindahan dimana aku bertemu dan bertegur sapa dengan para petani sahaja menelusuri lereng-lereng bukit, lembah, dan kaki gunung menuju sawah dalam senyum ramah kepada alam, dan para nelayan yang turun ke laut bersama nyanyian ombak penuh damai.
Manggaraimu adalah ibu yang engkau peras hingga kering susunya, kau cukur rambut panjangnya nan cantik hingga kering gersang, dan kau cabik-cabik rahimnya oleh nafsu keserakahanmu, sementara Manggaraiku adalah ibu yang susunya mengalirkan air susu kehidupan bagi anak-anaknya, tegar dan kuat melewati musim silih berganti, dan selalu memberikan keindahan dan kelembutan embun pagi di lereng-lereng pegunungan hijau, bukit dan lembah hijau, dan sungai-sungai yang melahirkan anak-anak sungai mengalirkan air bening sejuk segar ke sawah ladang petani-petani, ke sumber-sumber mata air tempat setiap upacara penti dirayakan barong wae sebagai barong kehidupan.
Engkau memiliki Manggaraimu tanpa roh adat budaya warisan leluhur.
dan aku memiliki Manggaraiku dengan roh adat budaya yang menafasi kehidupan dalam keharmonisan hubungan manusia dengan alam semesta, manusia dengan sesama, manusia dengan Sang Khalik.
Engkau memiliki Manggaraimu tanpa tembong, tanpa natas, tanpa compang, tanpa lingko, tanpa wae teku, dan aku memiliki Manggaraiku dengan tembong tempat setiap malam aku duduk dalam lingkaran mbata; dengan natas tempat aku berada dalam lingkaran sanda, danding, dan tarian caci; dengan compang tempat aku sujud syukur dan sembah kepada Sang Khalik; dengan lingko tempat aku menanam benih-benih tanaman untuk kehidupan; dengan wae teku tempat aku menimbah air kehidupan dan membasuh jiwa ragaku dari debu-debu kehidupan setiap hari.
Engkau memiliki Manggaraimu dan Aku memiliki Manggaraiku.
Manggaraimu bukan Manggaraiku.*
0 comments:
Posting Komentar